Sabtu, 18 Februari 2012

Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya


gb
Ada sebuah pertanyaan besar dalam diri ini. Apa dan bagaimana Peran Guru dalam Memberantas Korupsi, Kemiskinan, dan Kekerasan Pelajar di Indonesia? Sebuah pertanyaan yang saya coba jawab dengan sangat sederhana saja.

GURU HARUS BERUBAH dan PEDULI. Guru akan memiliki peran penting dalam memberantas korupsi, kemiskinan, dan kekerasan pelajar di Indonesia bila guru mau berubah, dan peduli dengan kondisi di sekitarnya. Guru mau peduli, dan berinstrospeksi diri untuk mereformasi dirinya sehingga mampu memberikan keteladanan. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh baginda nabi Muhammad SAW. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” QS. Al Ahzab.

Korupsi, kemiskinan, dan kekerasan itu harus sirna dalam diri seorang guru. Dengan begitu dia dapat mengusir korupsi, kemiskinan, dan kekerasan dalam dirinya. Mampu berlaku jujur, senang menolong sesama, dan memiliki kelembutan hati. Bila itu terjadi, maka guru akan mampu memberantas korupsi, mengurangi angka kemiskinan, dan menghilangkan kekerasan pelajar di Indonesia. Tak ada lagi anak sekolahan tawuran, karena memang telah dibimbing oleh para guru yang berkualitas. Guru yang berkualitas, akan melahirkan peserta didik yang berkualitas pula.

Persoalan korupsi, kemiskinan, dan kekerasan adalah bagian penting yang akan dihadapi seorang guru dalam mempersiapkan calon pemimpin masa depan. Calon pemimpin yang kita harapkan memiliki sifat kenabian. Sidiq, tabligh, amanah, dan fathonah. Itulah sifat nabi Muhammad yang terkenal itu.

Selain itu, guru harus mampu memperkaya diri dengan banyak membaca buku, mengikat ilmunnya dengan cara menuliskannya, mampu meneliti di kelasnya sendiri, dan mempublikasikan hasil karya ilmiahnya melalui  berbagai media massa. Dengan begitu, guru memiliki kemampuan atau skill yang dapat dibanggakan. Persoalannya adalah, mampukah guru-guru kita melakukannya?

Cegah Korupsi.
Korupsi dapat diberantas dan dicegah manakala guru mampu menanamkan kejujuran di sekolah. Kejujuran menjadi barang langka di negeri ini. Kejujuran harus dilatih dan terus dikembangkan dalam sekolah-sekolah kita. Pendidikan karakter harus berjalan dengan baik, dimana sekolah tidak hanya berorientasi kepada kecerdasan otak saja, tetapi juga watak.

Adanya kantin kejujuran di sekolah belum bisa menjadi tolak ukur keberhasilan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan. Sebab jujur ada dalam relung hati manusia yang terdalam. Dia akan terus berlaku jujur, karena ada pengawasan malaikat atau waskat yang melekat erat ditubuhnya. Ada orang atau tidak ada orang, dia akan tetap jujur karena Allah melihat malaikat mancatat.

Korupsi terjadi di negeri ajaib ini karena karakter yang lemah. Karakter yang lemah inilah yang membuat akhirnya manusia menjadi tidak jujur. Bila dari bangku sekolah guru sudah menanamkan kejujuran dalam berbagai bentuk kegiatan di sekolah, maka ketika peserta didik terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, kejujuran tetap menjadi panglimanya. Sayangnya, kejujuran hanya menjadi kisah anak-anak sekolah dsar (SD) yang seringkali terabaikan, dan kita hanya mampu gigit jati melihat keadaan ini. Sulit dicari guru yang benar-benar mampu membuat program memberantas korupsi, kemiskinan, dan kekerasan di kalangan pelajar.  Padahal banyak sekali hal yang dapat dilakukan bagi para peserta didiknya.

Umbu TW Pariangu menuliskan opini di koran media Indoanesia, Edisi Kamis, 29 September 20011 dengan judul  “Presiden di Negara Sekarat”. Tanpa kita sadari, proses detonasi korupsi di bangsa ini sudah berlangsung masif. Meski upaya reformasi sistem politik dan hukum telah dijustifikasikan secara ofensif oleh presiden dengan memelopori pemberantasan korupsi di garda terdepan kepemimpinannya. Langit negeri ini tak hentinya kelabu karena diobrak-abrik para  gembong koruptor pusat dan daerah.  Hasil survei lembaga internasional yang sampai detik ini masih memosisikan Indonesia sebagai negara terkorup dengan performa birokrasi sakit parah sebenarnya merupakan fire detector (peringatan dini) bagi nasib (demokrasi) bangsa.

Persoalan yang rumit dan kompleks (penegakan hukum yang lemah, transparansi birokrasi yang mandek, kepemimpinan yang miskin keteladanan, intitusi pendidikan yang kian dipolitisasi, perekonomian rakyat masih mengenaskan, dan prospek kesehatan masyarakat yang terpuruk) yang tidak terendus oleh politik program kekuasaan merupakan bukti bahwa kita sedang tidak berada dalam spiral perubahan sebagaimana yang digariskan Van Gothe, penyair Jerman terkemuka abad ke-18.

Masalah lainnya yang muncul seputar pendidikan adalah belum ditemukannya guru yang jujur. Saat ini kita masih melihat banyak guru yang belum jujur kepada dirinya sendiri. Masih banyak guru yang belum mampu memberikan keteladanan. Bagaimana mungkin korupsi akan diberantas bila gurunya saja masih korupsi? Korupsi waktu dalam mengajar, dan korupsi dalam bentuk lainnya seperti melakukan plagiasi karya tulis ilmiah agar bisa naik pangkat.

Masih banyak guru yang melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) asal-asalan, dan seringkali menjiplak hasil karya orang lain. Tak heran, bila guru seperti itu melahirkan peserta didik yang senang menyontek, dan malas berpikir secara ilmiah.

Berantas korupsi harus dimulai dari guru itu sendiri. Cegah korupsi dapat dilakukan bila guru menyadari bahwa korupsi itu adalah penyakit yang dapat hinggap kepada siapa saja. Bila guru telah mampu memberikan contoh dan teladan yang baik, maka akan mampu mengajak peserta didiknya untuk mampu berbuat jujur. Ketika kejujuran telah tertanamkan dengan baik di sekolah, maka berantas korupsi bukan hanya slogan belaka, tetapi telah menjadi tindakan nyata untuk segera diberantas sampai ke akar-akarnya.

Sebenarnya, peran guru dalam memberantas korupsi itu dimulai dari penanaman nilai budi pekerti kepada siswa sejak dini. Kalau semua guru sejak SD sampai SLTA mempunyai keseragaman penanaman budi pekerti anti korupsi, maka negara akan bebas dari korupsi. Sedangkan kalau memberantas secara langsung itu telah menjadi tugas pemerintah serta perangkat hukumnya. Tugas guru di sekolah memberikan pemahaman bahwa korupsi itu merugikan diri dan orang lain.

Peran guru di sekolah  jelas sangat penting dalam pemberantasan korupsi agar jangan ada lagi“Nazarudin dan Gayus Tambunan” baru yang menjadi tersangka kasus korupsi. Kita memang menyadari, korupsi di negeri ini tidak dilakukan orang per orang, melainkan sudah masuk ke dalamsistem secara berjamaah.

Peran guru adalah menanamkan kejujuran dari sejak dini agar kelak ketika mereka dewasa dan memegang amanah kekuasaan dapat tetap mempertahankan kejujuran. Inilah pentingnya pendidikan karakter ditanamkan dalam sekolah-sekolah kita dengan berbagai bentuk kegiatan. Di situlah guru dituntut kreatif dalam mengintegrasikan imtak dan iptek agar selaras dengan tujuan pendidikan. Namun demikian, peran orang tua dalam keluarga juga memiliki peranan penting dalam menanamkan kejujuran kepada para putra-putrinya. Sebab biar bagaimanapun pendidikan dalam keluarga menjadi kunci utama keberhasilan pendidikan.
Dialog sebagai satu-satunya pilar dalam memerangi kekerasan di dunia sekolah.

Peran serta lembaga pendidikan dalam menumbuhkan paham nasionalisme sebelum kemerdekaan Indonesia harus diakui amatlah besar, tetapi pekerjaan rumah bagi lembaga pendidikan tidaklah usai seiring dengan kemerdekaan per 17 Agustus 1945. Lembaga pendidikan Indonesia, khususnya sekolah, mengemban tanggung jawab penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan atau prembule Undang-undand Dasar 1945.

Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, setelah dianggap sebagai sebuah institusi formal yang memuat segala bentuk pengetahuan, nilai, dan keutamaan bagi anak didik dalam prosesnya menjadi manusia Indonesia yang bertanggung jawab, dan demokratis. Sampai di titik ini tidak ada yang salah.

Hal kemudian yang menjadi salah adalah terstigmanya pandangan anak didik Indonesia yang menganggap sekolah sebagai sebuah lembaga antikritik, dan oleh karenanya segala sesuatu yang diberikan sekolah adalah yang terbaik, dan anak didik tidak diberikan kesempatan untuk berpikir kritis di dalamnya. Sebagai akibatnya, kekerasan menjadi tidak terhindarkan (data KPAI menunjukkan tingkat kekerasan di sekolah menunduduki peringkat ke-2 setelah kekerasan dalam rumah tangga) dengan dalih sekolah tahu cara yang terbaik dalam mendidik peserta didiknya, termasuk dengan cara-cara kekerasan, dan guru pada khususnya memahami betul apa yang diperlukan anak didik untuk masa depannya.
Mengacu pada kenyataan di atas, dialog amatlah penting untuk menciptakan situasi egaliter dalam memaknai kembali hubungan peserta didik dengan sekolah, peserta didik dengan guru. Dialog adalah cara sederhana namun berdaya dalam membangun dunia pendidikan yang bernafaskan pancasila. Dialog jugalah sebagai sebuah jembatan komunikasi  yang dapat ditempuh peserta didik dan guru dalam membangun kembali jiwa nasionalis putr-putri Indonesia yang suatu hari nanti akan memainkan peran penting dalam membangun negeri tercinta Indonesia.

Singkirkan Korupsi dari negeri ini.
Masih banyaknya korupsi terjadi di negeri ini membuat kita miris. Para koruptor yang tertangkap seolah tak berdosa, dan bisa mendatangkan pengacara handal untuk melindungi dirinya.Para koruptorpun lolos dari jeratan hukum karena kepandaian para pengacara dalam bersilat lidah dan menemukan bukti-bukti kalau kliennya tidak bersalah. Kita pun akhirnya menjadi geram dibuatnya. Itulah hukum negeri ini yang masih pilih kasih.

Korupsi jelas perbuatan tercela yang harus disingkirkan. Namun untuk memberantasnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, kerja tuntas, dan saling bekerjasama di antara sesama guru itu sendiri. Adanya kolaborasi yang cantik antar sesama guru akan menjadi pemicu yang tepat sehingga peserta didik yakin dan percaya bahwa korupsi adalah penyakit manusia yang harus dihindari, dan sebisa mungkin untuk dilawannya dengan kekuatan moral dan ajaran agama yang benar.

Dalam wawancara lanjutan melalui pesan di facebook, mbak Linda djalil (mantan wartawan senior tempo) menuliskan:

Guru yang mengajar di sekolah, modal utamanya adalah HATI. Hati apa? Hati nurani yang muncul dari dasar nurani yang jernih. Seorang guru janganlah bermotivasi hanya melulu menginginkan anak didiknya pintar. Pintar buku tidak sama dengan pintar hati.

Dan jangan pula andaikan seorang guru matematika hanya selalu mengajarkan matematika di depan kelasnya. Sesekali ia selipkan MORAL dalam satu dua menit waktu pengajarannya. Moral kejujuran, moral untuk mengetahui mana yang patut, dan mana yang tidak. Jangan selalu menganggap hanya tugas guru agama saja.

Lalu, sesekali guru harus menyentil muridnya dengan anekdot-anekdot pendek dan penuh humor. Semua tentang MORAL. Yang paling sederhana, misalkan seorang guru bertanya, “siapa yang suka pinjam mobil pamannya, motor teman, atau jeans teman, atau jam tangan teman, atau bolpoint teman?” Guru harus mengatakan, “JANGAN DIBIASAKAN yaaaaaa…. itu tidak baik. Meminjam-minjam barang orang hanya karena untuk gaya-gayaan, untuk penampilan yang keren…, itu MEMALUKAN dan bisa jadi kebiasaan buruk”.

Dalam hidup ini kita harus membiasakan hidup apa adanya semampu kita. Tidak perlu tong kosong dipukul nyaring bunyinya, besar pasak daripada tiang, sehingga ‘tergiur’ untuk meminjam-minjam barang orang lain — kecuali kalau keadaan terdesak untuk bayar Rumah Sakit, beli obat, dan makan sehari-hari yang sangat minim.

Dari konsumtif semacam itu, akan timbul hasrat yang lebih besar yaitu kebutuhan akan barang mewah — padahal kantong tak mampu. Lalu, tentu akan mencari segala upaya agar semua bisa terpenuhi. Caranya dengan pura-pura meminjam uang orang lain, tapi pura-pura lupa juga untuk kembalikan pinjaman itu.

Kalau soal tidak mengembalikan uang / hak orang dari yang kecil-kecil, seterusnya di hari kemudian menjadi borok yang seram…. lihat saja contoh bagaimana kasus BLBI, orang yang ngemplang duit rakyat dari bank-bank pemerintah. Mereka tidak peduli dengan kepedihan kemiskinan rakyat asalkan mereka bisa hidup mewah bahkan masih mampu membeli privat jet dan punya apartemen di Swiss yang hebat.

Orang-orang ini adalah orang-orang pintar di sekolahnya dulu, tapi hanya kepintaran ‘dari buku’ yang didapat, bukan kepintaran Tahan Malu maupun moral yang jernih.

Seorang guru hendaknya berulang-ulang menyisipkan pengajaran-pengajaran seperti ini di depan murid-muridnya, sehingga mau tak mau ‘pesan’ itu akan sampai ke hati mereka. Sebaliknya, si guru juga harus memberikan contoh yang baik. Banyak sekali sekarang guru yang dapat dibeli dengan mudah oleh para orang tua. Ada yang punya motor baru hadiah dari orang tua murid, ada yang diam-diam terima amplop dan sebagainya agar anak diluluskan, diberi nilai tinggi, atau secara tersirat diberi ‘bocoran’ bahan ulangan.

Semua berpulang pada si guru itu sendiri. Maka itu dari awal saya bilang, semua diawali dari guru itu sendiri. Hal-hal kecil untuk menghindari sifat korup adalah, bila ada sekelompok pertemanan mengadakan iuran untuk kegiatan tertentu atau membeli barang tertentu. Lalu seseorang licik tidak bayar iuran, dan biaya dibebankan kepada para anggota lain. Nah, ini adalah suatu bentuk kecurangan tersendiri dalam skala kecil yang akhirnya nanti di masa dewasa/ tua menjadi kebiasaan, dan menganggap hal semacam itu sah-sah saja.

Entaskan kemiskinan
Kemiskinan dapat diberantas bila kita saling berbagi dan bekerjasama dalam mewujudkannya. Masalahnya adalah sifat egoisme dan mau menang sendiri menjadi sumbatan terbesar dalam mengentaskan kemiskinan. Di sinilah peran guru dalam menanamkan rasa empati kepada sesama. Para peserta didik diarahkan untuk mampu berempati kepada sesama. Terutama kepada mereka yang sedang berada dalam roda kemiskinan.

Kemiskinan terjadi karena berbagai faktor. Mulai dari faktor keturunan sampai nasib yang membawanya miskin. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuhan kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Peran guru di dalam kemiskinan ini adalah mengajak para siswanya untuk menjadi orang pandai dan pintar serta memiliki keterampilan atau kecakapan hidup yang membuat dirinya tidak menjadi miskin. Itulah pentingnya sekolah agar anak-anak mau belajar dan mengenyam pendidikan dasar. Dari pendidikan dasar inilah anak akan mengembangkan potensi dan kemampuannya dalam menyalurkan minat dan bakatnya. Ketika guru mampu mengembangkan potensi unik siswa, maka peserta didik akan mampu membawa dirinya untuk mengentaskan kemiskinan.

Mbak Linda djalil (mantan wartawan senior tempo) juga menuliskan:

Guru cukup memberikan ketrampilan hidup bagi murid-muridnya. Guru tidak perlu ikut menyumbang uang, materi dlsb kepada murid karena hidup guru sendiri penuh perjuangan, bukan?

Misalnya, omjay adalah guru panutan bagi anak-anak yang tidak mampu misalnya. Omjay bisa menganjurkan, memberi semangat agar anak-anak menulis di Kompasiana salah satunya.. Manfaat lagi dari ngeblog-ngeblog nantinya dapat juara pada lomba-lomba seperti yang juga anda lakukan sekarang ini.

Anak-anak di seputar lingkungan guru, baik itu di kelas maupun antar tetangga, bisa dianjurkan sesuai dengan keahlian masing-masing, anak yg kurang mampu secara finansial dibujuk untuk mengembangkan keahliannya. Yang pintar melukis dorong mereka untuk melakukannya, datangi majalah-majalah yang kini banyak tersebar , jadi ilustrator honorer…yang pintar nulis bujuk mereka bikin reportase atau fiksi bentuk puisi, cerpen, kirim ke berbagai penerbitan … ajarkan kepada mereka tidak boleh putus asa oleh sebuah penolakan. harus gigih dan tekun. yang pintar menjahit, lakukanlah sebagai usaha sambilan.

Kebanyakan orang Indonesia bilang, ‘tidak ada waktu’ untuk kegiatan-kegiatan ekstra. itu semua omong kosong. saya dulu kuliah dari pukul 8 pagi sampai pukul 1 siang, ngabur ke TEMPO bekerja sebagai wartawan ( usia waktu itu masih 18 !), sampai jam 9 malam. begitu tiap hari. sampai rumah bikin paper, belajar sampai pukul 1 malam, tidur sekian jam besoknya sudah kuliah lagi. semua ringan-ringan saja dilakukan. uang saya waktu itu cukup banyak karena TEMPO membayar dengan layak. teman-teman yang masih nyadong, nodong uang ortu, saya anggap ‘remeh ‘ ketika itu karena saya bisa mandiri meski kecil-kecilan. mereka waktunya cukup untuk kongkow-kongkow, pacaran, buang-buang waktu, tapi saya kerja keras lari terbirit-birit tiap hari. toh hasil di UI juga bagus, paper-paper diberi angka tinggi oleh dosen , lebih tinggi dari anak-anak yang hanya hidupnya kuliah saja.

ini adalah salah satu pengentasan kemiskinan… untuk anak-anak dari golongan tidak mampu sebaiknya lebih jeli dan cermat, jangan lalai oleh keadaan dan santai-santai. pelajaran yang diperoleh dari sekolah bisa dibarengi dengan praktek di luar sekolah. misalnya saya dulu SMP SMA diajari bikin cerpen puisi di sekolah…ya saya praktekan dong untuk bikin sendiri dan kirim ke media-media.
katakan kepada murid, jangan hanya mengandalkan IJAZAH — sebab selembar kertas itu tiada artinya…

sekedar diketahui, majalah Femina yang raksasa saja, tidak pernah mengandalkan angka tinggi dalam ijazah para pelamarnya. tapi personaliti, kepribadian tampil pede, kegesitan, bahasa tubuh, bahasa asing yang dikuasai, dan efisiensi kerja yg paling diutamakan.

banyak anak miskin menjadi kaya karena kegigihannya . bukan karena sekedar prestasi di sekolahnya dan angka2 tinggi di lembaran rapor serta ijazahnya.

Hilangkan Kekerasan
Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang. Istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.

salah satu murid saya berpendapat, kekerasan kalau dihilangkan sepertinya tidak mungkin, dikarenakan untuk usia sekarang kita masih labil. emosi dan amarah kita masih tidak bisa dikontrol. tapi kalau dicegah kita bisa mengadakan mungkin, program konseling, komunikasi dua arah yang terbuka.

Selain itu kekerasan tidak akan pernah hilang dari sekolah manakala guru tidak pernah mengajarkan kasih sayang kepada sesama. Guru harus mampu menanamkan itu dalam muatan imtak dalam setiap materi pembelajarannya.

Mbak Linda Jalil menambahkan dalam pesan di facebooknya kepada saya,
kasih sayang… itulah peran guru, dalam mengajar jangan marah melulu dan sok jaim… tapi penuh diselingi humor, menyentuh hati anakanak… sembari sesekali bilang, kalau tidak disengaja ada orang menyenggol, masa’ mau gebug balik? hasilnya bisa ribut, tawuran, dan tewas. padahal hanya karena masalah sepele. coba mulai belajar mendekatkan diri kepada orang secara pribadi… coba lihat berbagai kepala negara di seluruh dunia… sebisa mungkin mereka ada pendekatan diplomatis sehingga menghindari perang….

kalau tawuran sebetulnya apa sih gara-garanya? hanya karena gengsi, tersinggung dll yang sebetulnya tidak perlu.. mending enerji kalian dipakai utk ‘perang’ demo melawan koruptor… penjahat.. jadi pemuda-pemuda bersatu bukan malah saling gontok…dalam hati kalian maunya apa sih? merah putih kan? nah, persatukan semangat merah putih kalian utk saling bantu….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar