A. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural
1. Masyarakat Multikultural
Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya
Multiculturalism, membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan
tentang masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas
seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan. Pada hakikatnya masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang
masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal
ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki
karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu di
masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup
berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan
yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya. Oleh karena itu, dalam
sebuah masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan
horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh,
pertikaian yang melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama terjadi
di berbagai negara mulai dari Yugoslavia, Cekoslavia, Zaire hingga Rwanda, dari
bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Sri Lanka, India hingga Indonesia.
Indonesia
merupakan masyarakat multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki
banyak suku bangsa yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang
berbedabeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat,
religi, tipe kesenian, dan lain-lain.
Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural
jika dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman
dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar
pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama,
keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh,
dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat. Selain itu,
masyarakat kultural dapat diartikan sebagai berikut.
a. Pengakuan
terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b. Perlakuan
yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun
minoritas.
c. Kesederajatan
kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun
kelompok serta budaya.
d. Penghargaan
yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam
perbedaan.
e. Unsur
kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.
2. Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah
ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik
secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam multikulturalisme,
sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat Indonesia) dilihat sebagai sebuah
kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti
sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masing-masing
suku bangsa yang sangat jelas dan belum tercampur oleh warna budaya lain
membentuk masyarakat yang lebih besar.
Ide multikulturalisme menurut Taylor merupakan suatu
gagasan untuk mengatur keberagaman dengan prinsip-prinsip dasar pengakuan akan
keberagaman itu sendiri (politics of recognition). Gagasan ini menyangkut
pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas, keberadaan kelompok
imigran masyarakat adat dan lainlain. Sedangkan Parsudi Suparlan mengungkapkan
bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
Oleh karena itu, konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan
konsep keanekaragaman secara suku bangsa (ethnic) atau kebudayaan suku bangsa
yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
kebudayaan dalam kesederajatan.
Berkaitan dengan konflik sosial, multikulturalisme
merupakan paradigma baru dalam upaya merajut kembali hubungan antarmanusia yang
belakangan selalu hidup dalam suasana penuh konfliktual. Secara sederhana,
multikulturalisme dapat dipahami sebagai suatu konsep keanekaragaman budaya dan
kompleksitas dalam masyarakat. Melalui multikulturalisme masyarakat diajak
untuk menjunjung tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau
kekerasan dalam arus perubahan sosial. Meskipun berada dalam perbedaan sistem
sosial berpijak dari pemikiran tersebut, paradigma multikulturalisme diharapkan
menjadi solusi konflik sosial yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, inti multikulturalisme adalah
kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa
memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama. Sedangkan
fokus multikulturalisme terletak pada pemahaman akan hidup penuh dengan
perbedaan sosial budaya, baik secara individual maupun kelompok dan masyarakat.
Dalam hal ini individu dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan
budaya.
Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu strategi
dan integrasi sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati,
sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu
separatisme dan disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat
kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan
melahirkan persatuan kuat, tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka) budaya
bangsa inilah
yang lebih menjamin persatuan bangsa.
Keragaman struktur budaya dalam masyarakat menjadikan
multikulturalisme terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
a. Multikulturalisme
Isolasi
Masyarakat
jenis ini biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi
yang saling mengenal satu sama lain. Kelompok-kelompok tersebut pada dasarnya
menerima keragaman, namun pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya
mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya.
b. Multikulturalisme
Akomodatif
Masyarakat
ini memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian-penyesuaian dan
akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat
multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan
ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, serta memberikan kebebasan
kepada kaum minoritas untuk mengembangkan/mempertahankan kebudayaan mereka.
Sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan.
c. Multikulturalisme
Otonomi
Dalam
model ini kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan
(equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam
kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Prinsip-prinsip pokok
kehidupan kelompok-kelompok dalam multikultural jenis ini adalah mempertahankan
cara hidup mereka masing-masing yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok
dominan. Mereka juga menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu
masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
d. Multikulturalisme
Kritikal/Interaktif
Jenis
multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana kelompok-kelompok
yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut kehidupan otonom, akan tetapi lebih
menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif
distingtif mereka. Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak, bahkan
berusaha secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan
budaya kelompok-kelompok minoritas.
e. Multikulturalisme
Kosmopolitan
Kehidupan
dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala macam batas-batas
kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap individu tidak lagi terikat pada
budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu tiap individu bebas dengan
kehidupan-kehidupan lintas kultural atau mengembangkan kehidupan kultural
masing-masing.
B. Faktor Penyebab Multikultural di
Indonesia
Merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa negara Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu, bangsa Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural yang unik dan rumit. Tahukah kamu apa yang menyebabkannya?
Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural dan multiras. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Sejarah Indonesia
Di mata dunia, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Segala sesuatu yang diperlukan semua bangsa tumbuh di Indonesia. Misalnya, palawija dan rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negeri incaran bagi bangsa lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain yaitu Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab. Kesemua bangsa tersebut datang dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki struktur ras dan budaya yang makin beragam.
2. Faktor Geografis
Apabila dilihat secara geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan transportasi laut yang ramai dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa pedagang singgah ke Indonesia sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut seperti Arab, India, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda, Jerman, dan lain-lain. Kesemua bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Persinggahan ini mengakibatkan masuknya unsur budaya tertentu ke negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa Belanda, agama Islam, Nasrani, Hindu, dan Buddha.
3. Faktor Bentuk Fisik Indonesia
Apabila dilihat dari struktur geologinya, bangsa Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng benua besar. Hal ini menjadikan Indonesia berbentuk negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau. Masing-masing pulau mempunyai karakteristik fisik sendiri-sendiri. Untuk mempertahankan hidup, masyarakat di masing-masing pulau mempunyai cara yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi fisik daerahnya. Oleh karena itu, masing-masing pulau juga mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula. Teknologi, budaya, seni, bahasa mereka pun berbeda-beda yang akhirnya membentuk masyarakat multikultural.
4. Faktor Perbedaan Struktur Geologi
Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa pada dasarya Indonsia terletak di antara tiga pertemuan lempeng, yaitu lempeng Asia, Australia, dan Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia mempunyai tiga tipe struktur geologi yaitu tipe Asia dengan struktur geologi Indonesia Barat, tipe peralihan dengan zona geologi dengan struktur geologi Indonesia Tengah, dan tipe Australia dengan struktur geologi Indonesia Timur. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan ras, suku, jenis flora dan faunanya.
C. Proses Terjadinya Keragaman Suku Bangsa
Indonesia
Jika dilihat berdasarkan letak geografisnya, Indonesia
adalah negara kepulauan yang terpisahkan oleh lautan luas. Kondisi ini
menjadikan setiap pulau mengembangkan budayanya sendiri-sendiri. Akibatnya,
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang majemuk, dihuni oleh
ratusan kelompok suku serta kaya akan bahasa dan kebudayaan daerah. Secara
umum, keragaman Indonesia ditandai oleh kemajemukan suku bangsa dan bahasa
(sekitar 250 dialek), agama (Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Konghucu,
Protestan, dan lain-lain), kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (sekitar
400 aliran), sistem hukum (nasional, agama, adat, sistem kekerabatan), serta
sistem perkawinan (monogami dan poligami). Kesemua ini melukiskan kekayaan
Indonesia yang tidak ternilai harganya. Keanekaragaman dan kemajemukan ini
tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lantas, bagaimanakah
keragaman suku bangsa Indonesia terbentuk? Tentunya proses ini tidak berjalan
secara sederhana, namun melalui proses yang panjang.
Mulanya penghuni pertama Indonesia sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, tahun 1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan karakteristik yang mirip dengan masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke barat (Sumatra) dan timur (Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka memengaruhinya dan terpengaruhi oleh daerah sekitarnya.
Mulanya penghuni pertama Indonesia sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, tahun 1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan karakteristik yang mirip dengan masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke barat (Sumatra) dan timur (Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka memengaruhinya dan terpengaruhi oleh daerah sekitarnya.
Pada masa 3000–500 Sebelum Masehi, Indonesia telah
dihuni oleh penduduk migran submongoloid dari Asia yang di kemudian hari
menikah dengan penduduk Indigenous. Pada 1000 Sebelum Masehi pernikahan silang
masih terjadi dengan penduduk migran Indo-Arian dari Asia Selatan, subsuku ini
dari India. Alhasil, masuknya para pendatang dari India dan menyebarkan agama
Hindu ke seluruh kepulauan.
Pada abad XIII, pedagang muslim dari Gujarat dan
Persia mulai mengunjungi Indonesia melakukan perdagangan. Bersamaan dengan
berdagang, penduduk Gujarat dan Arab melakukan penyebaran agama Islam ke
wilayah sekitar. Selanjutnya di tahun 1511, Portugis tiba di Indonesia. Awalnya
kedatangan Portugis bertujuan untuk mencari rempah, namun lambat laun mereka
juga menyebarkan agama Kristen. Serentetan perjalanan sejarah ini menghasilkan
lebih dari lima puluh kelompok suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang
sampai Merauke yang terdiri atas suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Bugis, Batak,
Bali, Ambon, Dayak, Sasak, Aceh, dan lain-lain.
D. Keragaman Suku Bangsa Indonesia di
Bagian Barat, Tengah, dan Timur
Sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia memiliki
puluhan, bahkan ratusan suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut tersebar di
seluruh Indonesia. Keberagaman suku bangsa menjadi karakteristik tersendiri
bagi Indonesia. Misalnya, di Kepulauan Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara,
Bali, dan Jawa berbagai macam aneka tradisi dan karya budaya tumbuh dan
berkembang seperti aneka tarian, arsitektur, rumah adat, candi, kerajinan
tangan, dan jenis makanan. Kesemua itu menjadi berbeda di setiap suku
bangsanya. Melihat realitas ini dapat dibayangkan betapa kaya dan indahnya
kebudayaan Indonesia. Nah, kali ini kita akan mengkaji lebih dalam tentang
kekayaan kultur Indonesia dari barat sampai ke timur.
E. Dampak Perubahan bagi Kelompok- Kelompok
Sosial di Indonesia
Seiring dengan derasnya arus globalisasi tentunya
membawa pengaruh tersendiri bagi bangsa Indonesia. Perubahan demi perubahan
terjadi begitu cepat. Perubahan di bidang pertanian, kesehatan, politik,
sosial, bahkan cara pandang dan gaya hidup masyarakat mampu menggeser
nilai-nilai yang ada. Sebagaimana bangsa yang memiliki kemajemukan tentunya
perubahan ini membawa dampak yang luar baisa, yaitu mampu memunculkan konflik
vertikal, horizontal, terkendalanya pencapaian integrasi, dan sulitnya
terselenggara keadilan. Untuk lebih jelasnya simak dan perhatikan materi di
bawah ini.
1. Munculnya Konflik Vertikal
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa konflik
vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat yang lainnya dalam suatu struktur pemerintahan. Sebagai contohnya,
ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan akan kenaikan BBM (bahan bakar
minyak), saat itu muncul konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat di
berbagai wilayah. Contoh lain manakala muncul Undang-Undang No. 22 dan 25 Tahun
1999 tentang Otonomi Daerah. Konflik tersebut terjadi antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini setiap daerah berhak mengelola apa yang
ada di dalam wilayahnya sendiri. Padahal setiap wilayah mempunyai keterikatan
kebutuhan satu sama lain. Adanya undang-undang otonomi daerah menjadikan
wilayah atau daerah yang kurang berpotensi menjadi semakin terbatas.
2. Munculnya Konflik Horizontal
Pada hakikatnya konflik horizontal adalah konflik
sosial antarpihak yang setara kedudukannya. Contoh konflik antaragama,
antargolongan, konflik antarras, dan antarsuku. Akhir-akhir ini konflik
horizontal sering kali terjadi di Indonesia. Poso, Aceh, Maluku, Papua, adalah
saksi hidup dari sebuah konflik horizontal. Umumnya konflik horizontal
bersumber pada perbedaan struktur budaya dan tata nilai yang berkembang
menimbulkan kesenjangan yang akhirnya menjadi perbedaan kepentingan. Perubahan
yang terjadi di satu wilayah tanpa dibarengi perubahan wilayah lain sangat
mungkin memunculkan sebuah konflik horizontal. Untuk itulah diperlukan berbagai
upaya guna mencegah konflik antarsuku seperti menumbuhkan sikap menghargai
setiap perbedaan yang ada, membentuk forum komunikasi lintas suku, menumbuhkan
sikap toleransi antarsuku, menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia.
3. Terkendalanya Pencapaian Integrasi
Umumnya semua bangsa merindukan integrasi sosial.
Terlebih bangsa Indonesia sebagai bangsa majemuk yang memiliki perbedaan ras,
suku, agama, dan golongan. Integrasi sosial menjadi tujuan utama dalam mencapai
kedamaian bangsa. Lantas, apa itu proses integrasi sosial? Proses integrasi
sosial merupakan proses penyesuaian di antara unsur-unsur sosial yang
berbeda-beda sehingga membentuk suatu kesatuan masyarakat yang serasi. Kebinekaan
yang dimiliki Indonesia menjadi penyebab utama sulitnya pencapaian integrasi.
Terlebih adanya perubahan-perubahan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya
menjadikan integrasi sosial seolah sebuah impian yang sulit untuk dicapai.
Konflik demi konflik sering kali terjadi ketika Indonesia memulai suatu babakan
baru dengan membuat perubahan demi kemajuan bangsa. Hal ini tampak dari
penyusunan undangundang pemilu, undang-undang sisdiknas, tentang kerja sama
dengan IMF, juga tentang kebijakan mengenai berbagai upaya penyelenggaraan
negara. Adanya latar belakang yang berbeda (ras, etnis, agama, suku, dan
lain-lain) sering kali menyebabkan pencapaian suatu kebijakan menjadi
terhalang. Elite politik dalam sistem pemerintahan mulai berjalan atas nama
kepentingan masing-masing bahkan di antara mereka mulai bersifat
nonkomplementer, yaitu tidak senang mendukung dan melengkapi dalam suatu
kesatuan setiap mereka menganggap orang lain sebagai musuh yang harus
dijatuhkan. Situasi ini mendorong munculnya konflik yang akhirnya menjadikan
proses integrasi sosial sulit terwujud.
F. Upaya Pencegahan Munculnya Masalah
Keragaman Suku Bangsa
Keragaman suku bangsa merupakan sesuatu yang berharga
dan mempunyai nilai tambah di mata dunia. Hal inilah yang menjadi dasar pijakan
dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang muncul sebagai akibat
keanekaragaman. Oleh karena itu, beberapa macam upaya dan tindakan-tindakan
dilakukan untuk mencegah munculnya masalah keragaman suku bangsa. Upaya-upaya
tersebut antara lain:
1. Melakukan Penyatuan Ras, Suku, dan Agama
1. Melakukan Penyatuan Ras, Suku, dan Agama
Dalam proses integration atau pembauran setiap ras,
suku, dan agama menyatu menjadi satu keseluruhan yang tidak dapat dibedakan.
Pembauran ras, suku, dan agama dapat berlangsung manakala terjadi hubungan yang
semakin efektif di antara mereka. Apabila melihat kondisi Indonesia yang penuh
keanekaragaman, proses ini sangat diperlukan. Namun, perlu diketahui bersama
bahwa dalam pembauran diperlukan sikap kearifan, yaitu tidak memandang
perbedaan yang ada, mengutamakan keutuhan bangsa di atas kepentingan kelompok
serta memberi kesempatan adanya penyatuan dengan perkawinan multiras,
multisuku, dan multiagama yang sesuai dengan hak asasi manusia. Melalui proses
ini perbedaan-perbedaan yang ada dapat bersatu dalam satu kesatuan yang damai.
Namun, tidak dapat dimungkiri pencapaian proses ini diperlukan suatu perjuangan
yang keras yang mendatangkan sikap pro dan kontra dari masyarakat. Akan tetapi,
jika semuanya dilandasi sikap cinta damai, maka dapat dipastikan proses penyatuan
mudah dan dapat terjadi.
2. Menumbuhkan Sikap Nasionalisme
2. Menumbuhkan Sikap Nasionalisme
Kesulitan hidup dan semakin rendahnya rasa
nasionalisme di kalangan orang Indonesia, jelas mampu menumbuhkan dan
memunculkan permasalahan yang semakin rumit. Oleh karena itu, sikap
nasionalisme perlu ditumbuhkan. Pada dasarnya nasionalisme merupakan fondasi
untuk terciptanya suatu bangsa yang berdaulat baik ke dalam maupun ke luar
sekaligus jaminan hidup suatu bangsa di mata dunia. Dengan sikap nasionalisme
maka hambatan Indonesia untuk bersatu semakin menipis. Paham Barat yang dapat
memicu munculnya konflik sosial ditangkis dengan rasa nasionalisme. Selain itu,
rasa cinta tanah air yang ditumbuhkan melalui nasionalisme menjadikan seseorang
tidak rela apabila tanah airnya terkoyak oleh adanya konflik, sehingga ia akan
menjaga kesatuan yang ada dengan menghormati dan menghargai keanekaragaman.
3. Mengembangkan Sikap Toleransi
Dalam mencegah permasalahan akibat keanekaragaman,
sikap toleransi antarperbedaan yang ada sangat diperlukan. Lantas, apa yang dimaksud
dengan toleransi? Toleransi itu berasal dari kata tolerare yang berarti menahan
diri, bersikap sabar, dan membiarkan orang berpendapat lain. Bisa juga berarti
berlapang dada terhadap orang-orang yang berlainan aliran. Orang yang toleran
adalah orang yang bersikap menghargai pendirian, kepercayaan, atau perilaku
yang berbeda bahkan bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Yang menjadi
dasar sikap ini adalah perwujudan dan penghargaan hak asasi dari manusia yang
lain.
Sikap toleransi itu merupakan kunci dalam kehidupan masyarakat yang multikultur. Mengapa? Masing-masing warga masyarakat tentu mempunyai perilaku dan latar belakang sosial budaya yang beragam. Apa jadinya apabila kita tidak toleran dengan keragaman itu? Itu baru menyangkut sebuah masyarakat, belum menyangkut kehidupan berbangsa kita yang multietnis, multiras, dan multikultural. Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, seandainya sikap ini tidak kita temukan dalam diri warga suku bangsa-suku bangsa di Indonesia.
Sikap toleransi itu merupakan kunci dalam kehidupan masyarakat yang multikultur. Mengapa? Masing-masing warga masyarakat tentu mempunyai perilaku dan latar belakang sosial budaya yang beragam. Apa jadinya apabila kita tidak toleran dengan keragaman itu? Itu baru menyangkut sebuah masyarakat, belum menyangkut kehidupan berbangsa kita yang multietnis, multiras, dan multikultural. Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, seandainya sikap ini tidak kita temukan dalam diri warga suku bangsa-suku bangsa di Indonesia.
4. Membuka Forum Komunikasi Lintas Suku,
Ras, dan Agama
Forum komunikasi lintas suku, ras, dan agama dalam
masyarakat multkultural seperti bangsa Indonesia sangat diperlukan sebagai
sarana pembentukan hubungan. Forum-forum komunikasi ini bersifat universal
seperti OSIS, karang taruna, KNPI, sekolah-sekolah umum, serta
organisasi-organisasi yang lain. Dalam forum seperti ini segala orang dari
berbagai suku, adat, etnis, ras, dan agama dipersatukan serta menjalin hubungan
erat. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat dapat
diminimalisasi. Dengan begitu, permasalahan akibat keragaman dapat dicegah
sedini mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar