Sabtu, 25 Februari 2012

KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL



A. Ciri-Ciri Masyarakat Multikultural
1. Masyarakat Multikultural
Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multiculturalism, membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan tentang masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan. Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antarindividu di masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co-exixtence) satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya. Oleh karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama terjadi di berbagai negara mulai dari Yugoslavia, Cekoslavia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Sri Lanka, India hingga Indonesia.
Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbedabeda. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-lain.
Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat. Selain itu, masyarakat kultural dapat diartikan sebagai berikut.
a.  Pengakuan terhadap berbagai perbedaan dan kompleksitas kehidupan dalam masyarakat.
b.  Perlakuan yang sama terhadap berbagai komunitas dan budaya, baik yang mayoritas maupun minoritas.
c.  Kesederajatan kedudukan dalam berbagai keanekaragaman dan perbedaan, baik secara individu ataupun kelompok serta budaya.
d.  Penghargaan yang tinggi terhadap hak-hak asasi manusia dan saling menghormati dalam perbedaan.
e.  Unsur kebersamaan, kerja sama, dan hidup berdampingan secara damai dalam perbedaan.
2. Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dalam multikulturalisme, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat Indonesia) dilihat sebagai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mozaik. Di dalam mozaik tercakup semua kebudayaan dari masing-masing suku bangsa yang sangat jelas dan belum tercampur oleh warna budaya lain membentuk masyarakat yang lebih besar.
Ide multikulturalisme menurut Taylor merupakan suatu gagasan untuk mengatur keberagaman dengan prinsip-prinsip dasar pengakuan akan keberagaman itu sendiri (politics of recognition). Gagasan ini menyangkut pengaturan relasi antara kelompok mayoritas dan minoritas, keberadaan kelompok imigran masyarakat adat dan lainlain. Sedangkan Parsudi Suparlan mengungkapkan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Oleh karena itu, konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku bangsa (ethnic) atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri khas masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan kebudayaan dalam kesederajatan.
Berkaitan dengan konflik sosial, multikulturalisme merupakan paradigma baru dalam upaya merajut kembali hubungan antarmanusia yang belakangan selalu hidup dalam suasana penuh konfliktual. Secara sederhana, multikulturalisme dapat dipahami sebagai suatu konsep keanekaragaman budaya dan kompleksitas dalam masyarakat. Melalui multikulturalisme masyarakat diajak untuk menjunjung tinggi toleransi, kerukunan dan perdamaian bukan konflik atau kekerasan dalam arus perubahan sosial. Meskipun berada dalam perbedaan sistem sosial berpijak dari pemikiran tersebut, paradigma multikulturalisme diharapkan menjadi solusi konflik sosial yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, inti multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, ataupun agama. Sedangkan fokus multikulturalisme terletak pada pemahaman akan hidup penuh dengan perbedaan sosial budaya, baik secara individual maupun kelompok dan masyarakat. Dalam hal ini individu dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya.
Bagi Indonesia, multikultural merupakan suatu strategi dan integrasi sosial di mana keanekaragaman budaya benar diakui dan dihormati, sehingga dapat difungsikan secara efektif dalam mengatasi setiap isu-isu separatisme dan disintegrasi sosial. Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (tunggal ika) yang paling potensial akan melahirkan persatuan kuat, tetapi pengakuan adanya pluralitas (Bhinneka) budaya bangsa inilah
yang lebih menjamin persatuan bangsa.
Keragaman struktur budaya dalam masyarakat menjadikan multikulturalisme terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
a.    Multikulturalisme Isolasi
       Masyarakat jenis ini biasanya menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang saling mengenal satu sama lain. Kelompok-kelompok tersebut pada dasarnya menerima keragaman, namun pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya.
b.    Multikulturalisme Akomodatif
       Masyarakat ini memiliki kultur dominan, yang membuat penyesuaian-penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, serta memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mengembangkan/mempertahankan kebudayaan mereka. Sebaliknya, kaum minoritas tidak menentang kultur dominan.
c.    Multikulturalisme Otonomi
       Dalam model ini kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Prinsip-prinsip pokok kehidupan kelompok-kelompok dalam multikultural jenis ini adalah mempertahankan cara hidup mereka masing-masing yang memiliki hak-hak sama dengan kelompok dominan. Mereka juga menentang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
d.    Multikulturalisme Kritikal/Interaktif
       Jenis multikulturalisme ini terjadi pada masyarakat plural di mana kelompok-kelompok yang ada sebenarnya tidak terlalu menuntut kehidupan otonom, akan tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka. Kelompok dominan dalam hal ini tentunya menolak, bahkan berusaha secara paksa menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas.
e.    Multikulturalisme Kosmopolitan
       Kehidupan dalam multikulturalisme jenis ini berusaha menghapus segala macam batas-batas kultural untuk menciptakan masyarakat yang setiap individu tidak lagi terikat pada budaya tertentu. Bisa juga sebaliknya, yaitu tiap individu bebas dengan kehidupan-kehidupan lintas kultural atau mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

B. Faktor Penyebab Multikultural di Indonesia

Merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa ditolak bahwa negara Indonesia terdiri atas berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain. Oleh karena itu, bangsa Indonesia disebut sebagai masyarakat multikultural yang unik dan rumit. Tahukah kamu apa yang menyebabkannya?
Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural dan multiras. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Sejarah Indonesia

Di mata dunia, Indonesia adalah negeri yang kaya dan subur. Segala sesuatu yang diperlukan semua bangsa tumbuh di Indonesia. Misalnya, palawija dan rempahrempah. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negeri incaran bagi bangsa lain. Sejak tahun 1605 bangsa Indonesia telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain yaitu Portugis, Belanda, Inggris, Cina, India, dan Arab. Kesemua bangsa tersebut datang dengan maksud dan tujuan masing-masing. Oleh karena itu, mereka tinggal dan menetap dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini menjadikan Indonesia memiliki struktur ras dan budaya yang makin beragam.
2. Faktor Geografis

Apabila dilihat secara geografisnya Indonesia berada di jalur persilangan transportasi laut yang ramai dan strategis. Karenanya banyak bangsa-bangsa pedagang singgah ke Indonesia sekadar untuk berdagang. Bangsa-bangsa tersebut seperti Arab, India, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Korea, Cina, Belanda, Jerman, dan lain-lain. Kesemua bangsa tersebut mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Persinggahan ini mengakibatkan masuknya unsur budaya tertentu ke negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya bahasa Inggris, bahasa Belanda, agama Islam, Nasrani, Hindu, dan Buddha.
3. Faktor Bentuk Fisik Indonesia

Apabila dilihat dari struktur geologinya, bangsa Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng benua besar. Hal ini menjadikan Indonesia berbentuk negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau. Masing-masing pulau mempunyai karakteristik fisik sendiri-sendiri. Untuk mempertahankan hidup, masyarakat di masing-masing pulau mempunyai cara yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi fisik daerahnya. Oleh karena itu, masing-masing pulau juga mempunyai perkembangan yang berbeda-beda pula. Teknologi, budaya, seni, bahasa mereka pun berbeda-beda yang akhirnya membentuk masyarakat multikultural.

4. Faktor Perbedaan Struktur Geologi

Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa pada dasarya Indonsia terletak di antara tiga pertemuan lempeng, yaitu lempeng Asia, Australia, dan Pasifik. Kondisi ini menjadikan Indonesia mempunyai tiga tipe struktur geologi yaitu tipe Asia dengan struktur geologi Indonesia Barat, tipe peralihan dengan zona geologi dengan struktur geologi Indonesia Tengah, dan tipe Australia dengan struktur geologi Indonesia Timur. Perbedaan inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan ras, suku, jenis flora dan faunanya.
C. Proses Terjadinya Keragaman Suku Bangsa Indonesia
Jika dilihat berdasarkan letak geografisnya, Indonesia adalah negara kepulauan yang terpisahkan oleh lautan luas. Kondisi ini menjadikan setiap pulau mengembangkan budayanya sendiri-sendiri. Akibatnya, Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang majemuk, dihuni oleh ratusan kelompok suku serta kaya akan bahasa dan kebudayaan daerah. Secara umum, keragaman Indonesia ditandai oleh kemajemukan suku bangsa dan bahasa (sekitar 250 dialek), agama (Buddha, Hindu, Islam, Katolik, Konghucu, Protestan, dan lain-lain), kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (sekitar 400 aliran), sistem hukum (nasional, agama, adat, sistem kekerabatan), serta sistem perkawinan (monogami dan poligami). Kesemua ini melukiskan kekayaan Indonesia yang tidak ternilai harganya. Keanekaragaman dan kemajemukan ini tidak lepas dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lantas, bagaimanakah keragaman suku bangsa Indonesia terbentuk? Tentunya proses ini tidak berjalan secara sederhana, namun melalui proses yang panjang.
Mulanya penghuni pertama Indonesia sekitar 500.000 tahun yang lalu bernama Pithecanthropus erectus ditemukan di Pulau Jawa dekat Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya, tahun 1891 dan 1892 di Desa Trinil ditemukan Homo soloensis. Homo soloensis dengan karakteristik yang mirip dengan masyarakat Austromelanosoid telah menjelajah ke barat (Sumatra) dan timur (Papua). Selama penjelajahan tentunya mereka memengaruhinya dan terpengaruhi oleh daerah sekitarnya.
Pada masa 3000–500 Sebelum Masehi, Indonesia telah dihuni oleh penduduk migran submongoloid dari Asia yang di kemudian hari menikah dengan penduduk Indigenous. Pada 1000 Sebelum Masehi pernikahan silang masih terjadi dengan penduduk migran Indo-Arian dari Asia Selatan, subsuku ini dari India. Alhasil, masuknya para pendatang dari India dan menyebarkan agama Hindu ke seluruh kepulauan.
Pada abad XIII, pedagang muslim dari Gujarat dan Persia mulai mengunjungi Indonesia melakukan perdagangan. Bersamaan dengan berdagang, penduduk Gujarat dan Arab melakukan penyebaran agama Islam ke wilayah sekitar. Selanjutnya di tahun 1511, Portugis tiba di Indonesia. Awalnya kedatangan Portugis bertujuan untuk mencari rempah, namun lambat laun mereka juga menyebarkan agama Kristen. Serentetan perjalanan sejarah ini menghasilkan lebih dari lima puluh kelompok suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke yang terdiri atas suku Jawa, Sunda, Minangkabau, Bugis, Batak, Bali, Ambon, Dayak, Sasak, Aceh, dan lain-lain.
D. Keragaman Suku Bangsa Indonesia di Bagian Barat, Tengah, dan Timur
Sebagai bangsa yang majemuk, bangsa Indonesia memiliki puluhan, bahkan ratusan suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Keberagaman suku bangsa menjadi karakteristik tersendiri bagi Indonesia. Misalnya, di Kepulauan Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa berbagai macam aneka tradisi dan karya budaya tumbuh dan berkembang seperti aneka tarian, arsitektur, rumah adat, candi, kerajinan tangan, dan jenis makanan. Kesemua itu menjadi berbeda di setiap suku bangsanya. Melihat realitas ini dapat dibayangkan betapa kaya dan indahnya kebudayaan Indonesia. Nah, kali ini kita akan mengkaji lebih dalam tentang kekayaan kultur Indonesia dari barat sampai ke timur.
E. Dampak Perubahan bagi Kelompok- Kelompok Sosial di Indonesia
Seiring dengan derasnya arus globalisasi tentunya membawa pengaruh tersendiri bagi bangsa Indonesia. Perubahan demi perubahan terjadi begitu cepat. Perubahan di bidang pertanian, kesehatan, politik, sosial, bahkan cara pandang dan gaya hidup masyarakat mampu menggeser nilai-nilai yang ada. Sebagaimana bangsa yang memiliki kemajemukan tentunya perubahan ini membawa dampak yang luar baisa, yaitu mampu memunculkan konflik vertikal, horizontal, terkendalanya pencapaian integrasi, dan sulitnya terselenggara keadilan. Untuk lebih jelasnya simak dan perhatikan materi di bawah ini.
1. Munculnya Konflik Vertikal
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dalam suatu struktur pemerintahan. Sebagai contohnya, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan akan kenaikan BBM (bahan bakar minyak), saat itu muncul konflik vertikal antara pemerintah dan rakyat di berbagai wilayah. Contoh lain manakala muncul Undang-Undang No. 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Konflik tersebut terjadi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini setiap daerah berhak mengelola apa yang ada di dalam wilayahnya sendiri. Padahal setiap wilayah mempunyai keterikatan kebutuhan satu sama lain. Adanya undang-undang otonomi daerah menjadikan wilayah atau daerah yang kurang berpotensi menjadi semakin terbatas.
2. Munculnya Konflik Horizontal
Pada hakikatnya konflik horizontal adalah konflik sosial antarpihak yang setara kedudukannya. Contoh konflik antaragama, antargolongan, konflik antarras, dan antarsuku. Akhir-akhir ini konflik horizontal sering kali terjadi di Indonesia. Poso, Aceh, Maluku, Papua, adalah saksi hidup dari sebuah konflik horizontal. Umumnya konflik horizontal bersumber pada perbedaan struktur budaya dan tata nilai yang berkembang menimbulkan kesenjangan yang akhirnya menjadi perbedaan kepentingan. Perubahan yang terjadi di satu wilayah tanpa dibarengi perubahan wilayah lain sangat mungkin memunculkan sebuah konflik horizontal. Untuk itulah diperlukan berbagai upaya guna mencegah konflik antarsuku seperti menumbuhkan sikap menghargai setiap perbedaan yang ada, membentuk forum komunikasi lintas suku, menumbuhkan sikap toleransi antarsuku, menumbuhkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia.
3. Terkendalanya Pencapaian Integrasi
Umumnya semua bangsa merindukan integrasi sosial. Terlebih bangsa Indonesia sebagai bangsa majemuk yang memiliki perbedaan ras, suku, agama, dan golongan. Integrasi sosial menjadi tujuan utama dalam mencapai kedamaian bangsa. Lantas, apa itu proses integrasi sosial? Proses integrasi sosial merupakan proses penyesuaian di antara unsur-unsur sosial yang berbeda-beda sehingga membentuk suatu kesatuan masyarakat yang serasi. Kebinekaan yang dimiliki Indonesia menjadi penyebab utama sulitnya pencapaian integrasi. Terlebih adanya perubahan-perubahan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya menjadikan integrasi sosial seolah sebuah impian yang sulit untuk dicapai. Konflik demi konflik sering kali terjadi ketika Indonesia memulai suatu babakan baru dengan membuat perubahan demi kemajuan bangsa. Hal ini tampak dari penyusunan undangundang pemilu, undang-undang sisdiknas, tentang kerja sama dengan IMF, juga tentang kebijakan mengenai berbagai upaya penyelenggaraan negara. Adanya latar belakang yang berbeda (ras, etnis, agama, suku, dan lain-lain) sering kali menyebabkan pencapaian suatu kebijakan menjadi terhalang. Elite politik dalam sistem pemerintahan mulai berjalan atas nama kepentingan masing-masing bahkan di antara mereka mulai bersifat nonkomplementer, yaitu tidak senang mendukung dan melengkapi dalam suatu kesatuan setiap mereka menganggap orang lain sebagai musuh yang harus dijatuhkan. Situasi ini mendorong munculnya konflik yang akhirnya menjadikan proses integrasi sosial sulit terwujud.
F. Upaya Pencegahan Munculnya Masalah Keragaman Suku Bangsa
Keragaman suku bangsa merupakan sesuatu yang berharga dan mempunyai nilai tambah di mata dunia. Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan yang muncul sebagai akibat keanekaragaman. Oleh karena itu, beberapa macam upaya dan tindakan-tindakan dilakukan untuk mencegah munculnya masalah keragaman suku bangsa. Upaya-upaya tersebut antara lain:
1. Melakukan Penyatuan Ras, Suku, dan Agama
Dalam proses integration atau pembauran setiap ras, suku, dan agama menyatu menjadi satu keseluruhan yang tidak dapat dibedakan. Pembauran ras, suku, dan agama dapat berlangsung manakala terjadi hubungan yang semakin efektif di antara mereka. Apabila melihat kondisi Indonesia yang penuh keanekaragaman, proses ini sangat diperlukan. Namun, perlu diketahui bersama bahwa dalam pembauran diperlukan sikap kearifan, yaitu tidak memandang perbedaan yang ada, mengutamakan keutuhan bangsa di atas kepentingan kelompok serta memberi kesempatan adanya penyatuan dengan perkawinan multiras, multisuku, dan multiagama yang sesuai dengan hak asasi manusia. Melalui proses ini perbedaan-perbedaan yang ada dapat bersatu dalam satu kesatuan yang damai. Namun, tidak dapat dimungkiri pencapaian proses ini diperlukan suatu perjuangan yang keras yang mendatangkan sikap pro dan kontra dari masyarakat. Akan tetapi, jika semuanya dilandasi sikap cinta damai, maka dapat dipastikan proses penyatuan mudah dan dapat terjadi.
2. Menumbuhkan Sikap Nasionalisme
Kesulitan hidup dan semakin rendahnya rasa nasionalisme di kalangan orang Indonesia, jelas mampu menumbuhkan dan memunculkan permasalahan yang semakin rumit. Oleh karena itu, sikap nasionalisme perlu ditumbuhkan. Pada dasarnya nasionalisme merupakan fondasi untuk terciptanya suatu bangsa yang berdaulat baik ke dalam maupun ke luar sekaligus jaminan hidup suatu bangsa di mata dunia. Dengan sikap nasionalisme maka hambatan Indonesia untuk bersatu semakin menipis. Paham Barat yang dapat memicu munculnya konflik sosial ditangkis dengan rasa nasionalisme. Selain itu, rasa cinta tanah air yang ditumbuhkan melalui nasionalisme menjadikan seseorang tidak rela apabila tanah airnya terkoyak oleh adanya konflik, sehingga ia akan menjaga kesatuan yang ada dengan menghormati dan menghargai keanekaragaman.
3. Mengembangkan Sikap Toleransi
Dalam mencegah permasalahan akibat keanekaragaman, sikap toleransi antarperbedaan yang ada sangat diperlukan. Lantas, apa yang dimaksud dengan toleransi? Toleransi itu berasal dari kata tolerare yang berarti menahan diri, bersikap sabar, dan membiarkan orang berpendapat lain. Bisa juga berarti berlapang dada terhadap orang-orang yang berlainan aliran. Orang yang toleran adalah orang yang bersikap menghargai pendirian, kepercayaan, atau perilaku yang berbeda bahkan bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Yang menjadi dasar sikap ini adalah perwujudan dan penghargaan hak asasi dari manusia yang lain.
Sikap toleransi itu merupakan kunci dalam kehidupan masyarakat yang multikultur. Mengapa? Masing-masing warga masyarakat tentu mempunyai perilaku dan latar belakang sosial budaya yang beragam. Apa jadinya apabila kita tidak toleran dengan keragaman itu? Itu baru menyangkut sebuah masyarakat, belum menyangkut kehidupan berbangsa kita yang multietnis, multiras, dan multikultural. Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi, seandainya sikap ini tidak kita temukan dalam diri warga suku bangsa-suku bangsa di Indonesia.
4. Membuka Forum Komunikasi Lintas Suku, Ras, dan Agama
Forum komunikasi lintas suku, ras, dan agama dalam masyarakat multkultural seperti bangsa Indonesia sangat diperlukan sebagai sarana pembentukan hubungan. Forum-forum komunikasi ini bersifat universal seperti OSIS, karang taruna, KNPI, sekolah-sekolah umum, serta organisasi-organisasi yang lain. Dalam forum seperti ini segala orang dari berbagai suku, adat, etnis, ras, dan agama dipersatukan serta menjalin hubungan erat. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat dapat diminimalisasi. Dengan begitu, permasalahan akibat keragaman dapat dicegah sedini mungkin.



Top of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar