Teori-teori modern Mengenai Perubahan Sosial
Teori-teori modern yang
terkenal ialah, antara lain, teori-teori modernisasi para penganut
pendekatan fugsionalisme seperti Neil J. Smelser dan Alex Inkeles, teori
ketergantungan . Andrd Gunder Frank yang merupakan pendekatan konflik,
dan teori mengenai sistem dunia dari Wallerstein.
Di antara
teori-teori klasik dan teori-teori modern kita dapat menjumpai benang
merah. Sebagaimana halnya dengan pandangan mengenai perkembangan
masyarakat secara linear yang dikemukakan oleh tokoh klasik seperi Comte
dan Spencer, maka teori-teori modernisasi pun cenderung melihat bahwa
perkembangan masyarakat Dunia Ketiga berlangsung secara evolusioner dan
linear dan bahwa masyarakat bergerak ke arah kemajuan--dari tradisi ke
modernitas. Para penganut teori kontlik, di pihak lain, melihat bahwa
perkembangan yang terjadi di Dunia Ketiga justru menuju ke
keterbelakangan dan pada ketergantungan pada negara¬negara industri maju
di Barat.
Teori modernisasi. Teori modernisasi menganggap bahwa
negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara
industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang
pula melalui proses modernisasi (lihat Light, Keller and Calhoun, 1989).
Teori ini berpandangan bahwa masyarakat-masyarakat yang belum
berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga
dapat mencapai tahap "tinggal landas" (take-offl ke arah perkembangan
ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi dari keadaan
tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai
menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan
pengaruh keluarga; terbukanya sisem stratifikasi; peralihan dari
struktur feodal atau kesukuan ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh
agama; beralihnya fungsi pendidikan dari keluarga dan komunitas ke
sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa; dan munculnya
perekonomian pasar dan industrialisasi (lihat Etzioni-Halevy dan
Etzioni, 1973:177).
Teori ketergantungan. Menurut teori
ketergantungan (dependencia) yang didasarkan pada pengalaman
negara-negara Amerika Latin ini (lihat antara lain, Giddens, 1989, dan
Light, Keller and Calhoun, 1989) perkembangan dunia tidak merata;
negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara
Dunia Ketiga secara ekonomis tergantung padanya. Perkembangan
negara-negara industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga,
menurut teori ini, berjalan bersamaan: di kala negara-negara industri
mengalami perkembangan, maka negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami
kolonialisme dan nco¬kolonialisme, khususnya di Amerika Latin, tidak
mengalami "tinggal landas" tetapi justru menjadi semakin terkebelakang.
Teori
sistem dunia. Menurut teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein ini
(lihat Giddens, 1989 dan Light, Keller dan Calhoun, 1989) perekonomian
kapitalis dunia kini tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti,
negara-negara semi-periferi, dan negara-negara periferi. Negara-negara
inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat yang sejak abad 16 mengawali
proses industrialisasi dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara
semi-periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin
hubungan dagang negara-negara inti dan secara ekonomis tidak berkembang.
Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang semula
merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan
negata-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam
sistem dunia. Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula
Amerika Serikat dan Jepang) mendominasi sistem dunia sehingga mampu
memanfaatkan sumber daya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri,
sedangkan kesenjangan yang berkembang antara negara-negara inti dengan
negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga tidak mungkin
tersusul lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar